Jumat, 28 Februari 2014

Kisah Lucu: Kekasih Idaman

Ada sepasang kekasih sedang berduaan. Si cewek bangga mendapatkan cowok seperti pacarnya sekarang ini. Badannya si cowok macho dan mukanya cool habis. Yang dibayangkan si cewek adalah tentu dia sangat perkasa di saat jadi suaminya kelak.

Inem : "Bang benar hanya aku kekasih kamu ?"
Paijo : "Benar dik "
Inem : "Oh bahagianya aku."
Paijo : "Akupun demikian sayang."
Inem : "Abang tentu sangat perkasa di tempat tidur ya."
Paijo : "Memang dik sudah banyak buktinya, tanya saja si ratih, lina, dita, tante sofi, tante lola, tante siska."
Inem : (lalu jatuh pingsan)
Paijo : ......................?

Humor Lucu: Syarat Lulus Ujian

Seorang mahasiswi seksi yang terancam akan mengalami gagal ujian yang kemudian mendatangi kantor dosennya yang masih muda.
Dia melihat ke lingkungan sekitar sebentar kemudian menutup pintunya, dan langsung berlutut di hadapan sang dosen sambil memohon.

“Pak Dosen, saya bersedia melakukan apapun agar bisa lulus ujian….”, ujarnya sambil melirik genit.

Lalu sang mahasiswi mendekat ke arah dosennya, menyibakkan rambutnya sambil menatap matanya penuh arti.

“Kalau Bapak masih belum mengerti maksud saya…Saya bersedia melakukan apapun, apa saja yang Bapak mau…”, bisik sang mahasiswi.

Dosen muda tadi membalas tatapannya, “Apapun?”

“Apapun!”, jawab sang mahasiswi secepatnya.

Suara dosen itu melembut, “Apapun?”

“Apapun….” jawab sang mahasiswi.

Akhirnya Pak dosen berbisik kepada mahasiswinya.

“Maukah kamu……… belajar?”, kata sang dosen.

Kisah Lucu: Hari yang Sial

Ada seorang pria sedang putus asa, hanya berdiam diri di bar selama satu setengah jam cuma memandangi minumannya.

Seorang pengemudi truk langsung datang dan meneguk minuman hingga habis isi gelas itu. Si pria pemilik minuman langsung menangis.

“Hei...jangan nangis begitu, dong!” seru si pengemudi truk.

“Aku cuma bercanda saja kok tadi. Aku belikan minuman lagi, deh!” hibur pengemudi truk.

“Nggak, nggak usah. Hari ini merupakan hari terburuk dalam hidupku. Pertama, aku telat ke kantor. Bosku marah besar dan aku dipecat. Ketika mau pulang, ternyata mobilku dicuri orang. Ketika naik taksi, ternyata dompet dan kartu kredit aku ketinggalan di dalamnya. Sampai rumah, istriku tidur dengan tukang kebun. Aku meninggalkan rumah dan datang ke bar ini. Dan ketika aku berpikir untuk mengakhiri hidupku, kau muncul dan meminum semua minuman beracun milikku.”

Kisah Lucu: Sinshe vs Tabib

Konon ada sepasang sahabat China dan Arab lagi kebingungan karena usaha mereka bangkrut. Setelah memutar keras otak, mereka sepakat membuka pelayanan kesehatan. Maka si China jadi sinshe dan si Arab menjadi tabib.

Setelah 1 minggu praktek, si tabib tetep sepi pasien, namun si sinshe mulai kebanjiran pasien. Si tabib putar otak untuk melawan si sinshe.

Maka si tabib mengeluarkan jurus dengan memasang pengumuman di depan ruang prakteknya: "Jika Tidak Sembuh Uang Kembali 3x Lipat"

Taktik itu manjur, pasien lalu berdatangan pada si tabib. Giliran si sinshe sewot lalu mencari akal. "Haiyaaa, lumayan kalo owe pulak-pulak sakit dan tidak sembuh dapat uang lha..."

Lalu ia mendatangi si tabib.

Si sinshe: "Haiyaaa, tolong owe. Owe punya sakit mati lasa. Owe tidak bisa lagi lasain lasa setiap makanan yang owe telan, haiyaa..."

Si tabib: "Ana fikir itu gamfang ana sembuhkan."

Lalu si tabib memanggil asistennya.

Si tabib: "Hasaaannnn, cefat ente bawa ke sini obat nomor 14."

Secepat mungkin si asisten yang bernama Hasan membawa obat nomor 14 dan oleh si tabib diberikan kepada si sinshe. Dan si sinshe langsung mengunyah sebelum menelan obat nomor 14 tersebut.

Si sinshe: "Haiyaaa, ini bukan obat lhaaa, tapi ni tai ayam."

Si tabib: "Ente betul. Itu tai ayam. Berarti ente sudah sembuh dan tidak mati rasa lagi." Si sinshe pulang dengan kesal karena kalah akal. Lalu ia kembali memutar otak berpikir mencari akal untuk mengalahkan si tabib dan sekaligus dapat uang si tabib. Maka kali ni si sinshe kembali berpura-pura sakit lupa yang sangat kronis.

Si sinshe: "Haiyaaaa tabib, owe sakit lupa palah sekali. Owe lupa semua pelistiwa dan memoli owe. Haiyaaa, tolong owe."

Si tabib: "Gamfang. Ana fasti tolong ente dan ente fasti sembuh. Obat ana mujArab sekali."

Lalu seperti biasa si tabib memanggil si Hasan sang asisten.

Si tabib: "Hasaaaaan, cefat ente bawa kemari obat nomor 14."

Si sinshe: "Haiyaaaa, owe tidak mau makan tai ayaaaam lagi"

Kamis, 27 Februari 2014

Efek Samping Rekayasa Teknologi dalam Mengatasi Perubahan Iklim

Rencana untuk mengurangi dampak kekacauan akibat perubahan iklim dengan memanipulasi iklim Bumi cenderung tidak efektif. Malah, sebuah penelitian terbaru menunjukkan, upaya-upaya ini justru memperburuk terjadinya dampak perubahan iklim.

Karbondioksida yang meningkat di atmosfer secara dramatis sejak Revolusi Industri bisa berdampak pada naiknya permukaan air laut, cuaca sangat ekstrem, dan kekacauan lainnya dalam iklim setempat dan regional. 

Karbondioksida adalah gas rumah kaca yang memerangkap panas, sehingga saat jumlah gas meningkat, kondisi Bumi secara keseluruhan akan semakin panas.

Selain mengurangi emisi karbondioksida, ada yang menyarankan untuk memanipulasi iklim Bumi sebagai upaya terakhir mencegah bencana dari dampak perubahan iklim. Strategi yang dianggap radikal itu dikenal sebagai geoengineering atau rekayasa iklim.

Banyak ilmuwan menyelidiki dan mempertanyakan kemanjuran masing-masing metode geoengineering. Ada beberapa upaya untuk membandingkan dan membedakan dengan beragam metode, mulai dari pemupukan laut sehingga biota maritim menyerap karbondioksida yang berlebihan hingga melepaskan aerosol ke atmosfer untuk memantulkan sebagian sinar matahari yang masuk ke antariksa.    

Saat ini, para peneliti menggunakan sebuah model Bumi dari komputer 3D yang menguji potensi keunggulan dan kelemahan dari lima teknologi geoengineering yang berbeda.  

Akankah berhasil?
Peneliti menemukan bahkan ketika beberapa teknologi digabungkan, geoengineering tidak akan mampu mencegah kenaikan rata-rata suhu Bumi lebih dari dua derajat Celcius pada 2100 nanti dibandingkan dengan suhu saat ini. 

Batas kenaikan suhu itu menjadi fokus berbagai organisasi internasional. Berbagai teknologi tersebut tidak mampu mencegah kenaikan suhu, bahkan ketika masing-masing teknologi digunakan secara berkelanjutan dan dalam skala terbesar yang dianggap mungkin. 

“Potensi kebanyakan metode rekayasa iklim, bahkan saat sudah memasukkan hasil paling optimis, jauh lebih rendah dari yang saya perkirakan,” kata pengarang studi Andreas Oschies, seorang pembuat model sistem bumi di GEOMAR Helmholtz Centre for Ocean Research yang berada di Kiel, Jerman.   

Salah satu strategi, yang dikenal sebagai reboisasi, adalah rencana mengairi gurun di Australia dan Afrika Utara, untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman agar bisa menyerap karbondioksida. Namun, tanaman ini juga akan menyerap sinar matahari gurun yang saat ini dipantulkan kembali ke antariksa, sehingga benar-benar berkontribusi pada pemanasan global. Temuan itu mendukung hasil penelitian sebelumnya.

Taktik lainnya yang dikenal sebagai "ocean upwelling", taktik yang menggunakan pipa panjang untuk memompa air dalam yang dingin dan kaya nutrisi ke permukaan untuk mendinginkan permukaan laut dan mendorong pertumbuhan biota fotosintesis yang bisa menyerap karbondioksida. Namun, para ilmuwan memperhatikan bahwa jika strategi ini dihentikan, kondisi laut akan menyeimbangkan kembali tingkat panasnya, yang berpotensi menyebabkan bencana perubahan iklim secara cepat.    

Pendekatan lainnya dikenal sebagai "ocean alkalinization" yang akan membuang cairan ke dalam laut agar secara kimiawi meningkatkan penyerapan karbondioksida oleh laut. 

Teknik lainnya, yang dikenal sebagai pemupukan zat besi, akan membuang zat besi ke laut guna meningkatkan pertumbuhan biota fotosintesis yang bisa menyerap karbondioksida. Namun, seperti strategi geoengineering lainnya, model-model tersebut kurang efektif dalam mengurangi suhu global. 
  
Metode terakhir, yang dikenal sebagai manajemen radiasi surya, akan mengurangi jumlah cahaya matahari yang masuk ke bumi, kemungkinan besar dengan menyebarkan aerosol berbasis sulfat reflektif ke dalam atmosfer. 

Pengaturan cahaya sinar matahari di Bumi akan mendinginkan planet, namun para peneliti menekankan bahwa karbondioksida akan terus terakumulasi di atmosfer. Hal tersebut menyatakan bahwa jika strategi itu sempat dihentikan, Bumi akan memanas secara pesat setelah aerosol tersebar. 

Kemungkinan efek sampingnya
Secara keseluruhan, strategi itu masing-masing relatif kurang efektif. setiap strategi mengurangi pemanasan global kurang dari delapan persen, dengan asumsi tingkat emisi karbondioksida masih terus tinggi seperti kondisi saat ini. 

Para peneliti menemukan bahwa dalam seluruh simulasi, pada akhir abad 21 nanti, tingkat karbondioksida atmosfer masih akan mencapai lebih dari dua kali lipat dari level saat ini.
    
Selain itu, masing-masing teknik geoengineering bisa berpotensi menimbulkan efek samping yang parah. Contohnya, manajemen radiasi surya akan mengubah pola presipitasi seperti curah hujan dan mengurangi total presipitasi di seluruh dunia.

Secara keseluruhan, teknologi rekayasa iklim yang dianalisis dalam studi ini kurang efektif dalam menurunkan tingkat karbondioksida dan temperatur. Dan kelemahan dari dampak yang ditimbulkan tersebut “sangat mencolok”, kata ilmuwan iklim Kelly McCusker di University of Victoria di Kanada, yang terlibat dalam penelitian itu. 

McCusker dan koleganya juga baru-baru ini menemukan bahwa penghentian mendadak dalam strategi manajemen radiasi surya justru akan memperburuk pemanasan global.  
 
“Studi ini menegaskan pentingnya untuk terus menerus mengurangi emisi gas rumah kaca,” kata McCusker kepada Live Science.

Para peneliti mencatat mereka menggunakan model sistem umi yang cukup kompleks, dan model yang lebih kompleks tersebut melibatkan tampilan lebih rumit mengenai kemungkinan respons angin terhadap geoengineering. “Kemungkinan ini menghasilkan jawaban yang berbeda-beda, khususnya perubahan presipitasi,” ujar Oschlies. 

Oschlies dan koleganya David Keller serta Ellias Feng merinci penemuan mereka secara online pada 25 Februari dalam jurnal Nature Communications.

Selasa, 25 Februari 2014

S = I


Dalam setiap komponen pendapatan nasional suatu negara sangat dipengaruhi oleh dua faktor atau dua pihak, yaitu:
1.    Pihak pembeli atau konsumen, artinya pendapatan yang diterima oleh setiap konsumen dikeluarkan kembali untuk membeli barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan oleh perusahaan atau produsen. Pengeluaran untuk pembelian tersebut dinamakan pengeluaran konsumsi (C = Consumption), dan pendapatan yang tidak dikeluarkan untuk konsumsi dinamakan tabungan (S = Saving).
Dengan demikian, dapat dirumuskan bahwa: Y = C + S

2.    Pihak penjual atau produsen, artinya barang-barang yang dihasilkan oleh produsen terdiri dari barang-barang konsumsi atau Consumption (C) dan barang-barang modal atau Investasi (I). Barang modal yang dimaksud diantaranya adalah gedung, pabrik, jalan, alat angkut, mesin, barang konsumsi persediaan.
Dengan demikian, dari pihak produsen dapat dirumuskan bahwa: Y = C + I

Dari dua rumus tersebut dapat dianalisis bahwa:
Apabila nilai Y tetap, maka meningkatkan nilai C, berarti menurunnya nilai S sebesar kenaikan C. Apabila I meningkat dan C tetap, maka Y pasti nilainya naik, dengan demikian S nilainya juga meningkat, masing-masing sebesar kenaikan I. Sehingga dapat disimpulkan bahwa besarnya I selalu diikuti oleh besarnya S. Jadi, besarnya S sama dengan besarnya I atau S = I.

MPC + MPS = 1


MPC adalah bagian dari tambahan pendapatan yang dikonsumsi oleh rumah tangga (tidak ditabung)
MPS adalah bagian dari tambahan pendapatan yang diTabung oleh rumah tangga (tidak dikonsumsi)
seseorang melakukan konsumsi kalau punya uang, dan melakukan saving klu kelebihan uang.

Setiap ada pertambahan pendapatan maka akan menambah pengeluaran untuk konsumsi. Dan besarnya tambahan pengeluaran konsumsi akan lebih kecil dari pertambahan pendapatan.
Kebalikannya, Setiap ada pertambahan pendapatan maka akan menambah tabungan Dan besarnya tambahan tabungan akan lebih kecil dari pertambahan pendapatan.

Karena pendapatan dibagi untuk konsumsi dan tabungan, maka saat seseorang memiliki keinginan untuk mengkonsumsi, dia akan dibatasi oleh keinginan untuk menabung.
Maka, bila ada kenaikan pada pendapatan, kenaikan tersebut harus dibagi untuk kenaikan pada konsumsi dan kenaikan pada tabungan.MPC ditambah MPS harus 1 bagian
MPC + MPS = 1




Peran IMF


Dari Dampak Positif (Kabaikkannya)
Misi IMF adalah Salah satu misinya adalah membantu negara-negara yang mengalami kesulitan ekonomi yang serius, dan sebagai imbalannya, negara tersebut diwajibkan melakukan kebijakan-kebijakan tertentu, misalnya privatisasi badan usaha milik negara .di saat negara2 anggota IMF kekeurangan dana dalam menjalan kan perekonomiannya,,,atau bisa di sebut juga dengan krisis keuanagan.maka IMF lah yang membantunya dengan cara memeberikan bantuan dana untuk menstabilakan perekonomian negara2 yang tergabung dalam anggota IMF .dg tujuan IMF ialah membantu negara yang bermasalah dengan perekonomiananya agar bisa stabil kembali..
Dampak Negativ.
contonya indonesia Krisis Ekonomi yang menghantam Indonesia pada pertengahan 1997 mengakibatkan utang Indonesia, baik itu utang luar negri pemerintah maupun swasta membumbung tinggi karena melemahnya rupiah Dalam hal ini, IMF muncul bak pahlawan yang akan menjadi penyelamat perekonomian Indonesia dalam bentuk pinjaman. namun, pada kenyatannya, utang kepada IMF tidak hanya banyak memberikan kebaikan pada masayrakat, malah utangIndonesia menjadi smeakin menggunung. Pendekatan yang digunakan oleh IMF keseluruh dunia relative sama yaitu melalui program Financial Programming. Lewat pinjamannya, IMF sebenarnya hanya menbambah beban uatng untuk mendukung posisi neraca pembayaran. Krena itu, perbaikan yang dilakukna iMF bersifat semu karena bukan hasil peningkatan aliran modal swasta maupun peningkatan ekspor netto.
Sisi negativ yang sangat menonjol dari peran IMF adalah.
1 Tatkala suatu misi IMF memasuki suatu negara, mereka tidak lain menjalankan rancangan untuk penghancuran lembaga-lembaga sosial-ekonomi di balik dalih persyaratan untuk meminjamkan uang. IMF biasanya mengambangkan program 4 langkah
a. .      Program ”privatisasi”, yang menurut Stiglitz lebih tepat digunakan sebgai program penyuapan. Pada program ini, perusahaan-peruysahaan milik negara yang menjadi penerima bantuan IMF harus dijual kepada swasta dengan alasan untuk mendapatkan dana tunai segar
b. Program ”Liberalisasi Pasar Modal” , yang dalam teorinya, deregulasi pasar modal memungkinkan modal investasi mengalir keluar masuk. Namun, dengan ditingkatkannya pemasukan modal investasi dari luar, pada gilirannya akan menyebabkan pengurasan dana devisa negara yang bersangkutan untuk mendatangkan aset melalui impor dari negara-negara yang ditunjukkan oleh IMF.
.        c.”Pricing” atau penentuan harga sesuai dengan pasar, sebuah istilah yang muluk untuk menaikkan program menaikkan harga komoditas strategis seperti pangan, air  bersih dan BBM. Tahapan ini akan menuju tahapan ”kerusuhan IMF”, yaitu sebuah kekacauan di dalam negara penerima bantyuan IMF dalam skup multidimensi. banyaknya kerusuhan, aksi demonstrasi yang dibubarkan dengan gas air mata, peluru dan tank. Hal ini akan menyebabkan pelarian modal (capilat flight) dan kebangkrutan pemerintah setempat.
d. ”Strategi Pengentasan Kemiskinan” yaitu ”Pasar Bebas”. Akibat program ini adalah penguasa kapitalis lokal terpaksa meminjam pada suku bunga dsampai 60% dari bank lokal, dan mereka harus bersaing dengan barang-barang impor dari  AS dan Eropa, di mana suku bunga berkisar tidaklebih antara 6-7%. Program ini mematikan kaum kapitalis lokal
2. kepantingan G-7 dan para TNC dituangkan ke dalam program ekonomi IMF dalam berbagai penekanan, seperti pada:
a     Pengetatan anggaran negara untuk menjamin kelancaran pembayaran hutang.
b.      Liberalisasi sektor keuangan untuk memberi keleluasaan kepada para pemodal internasional untuk datang dan pergi sesuka hati mereka.
c.      Liberalisasi sektor perdagangan untuk mempermudah penetrasi produk negara-negara industri maju.
d.      Privatisasi BUMN untuk memperlemah  intervensi negara dan memperkuat dominasi TNC di negara-negara yang bersangkutan dengan harga murah.
3 perhatian utama IMF pada negara-negara berkembang yang terkena dampak krisis adalah perbaikan neraca pembayaran, khususnya neraca berjalan. Dengan demikian, seharusnya IMF menyarankan negara-negara tersebut agar mendorong ekspornya dan menekan impornya. Namun ironisnya, pada saat yang bersamaan IMF justru menganjurkan agar negara yang berkembang meliberalisasi perdagangannya. Hal tersebut berarti, negara tersebut harus sangat terbuka terhadap arus impor. Konsekuensi logisnya adalah dengan masuknya arus impor tersebut berarti akan membahayakan transasksi berjalan negara tersebut. aliran masuk investasi asing yang longgar juga akan semakin mendesak kekuatan ekonomi domestik ke pinggir sambil menunggu saat kematiannya.

4. Tujuan awal didirikannya IMF adalah untuk mempersiapkan badan ini menjadi penolong bagi Negara-negara tertinggal, padahal ini adalah salah satu upaya Negara-negara kapitalis untuk menguasai Negara berkembang, yaitu melalui pemberian utang. IMF tidak mendidik Negara berkembang untuk maju. IMF bukanlah dewa penolong untuk Negara-negara berkembang. IMF adalah racun. Bukti yang nyata yang ada di hadapan kita adalah IMF membuat Indonesiasemakin ketergantungan.
5. Bantuan yang diberikan negara-negara maju terhadap negara-negara berkembang, baik bantuan langsung secara bilateral ataupun bantuan melalui IMF dan WB, sebenarnya tidak lepas dari bentuk penjajahan ekonomi negara-negara maju terhadap negara berkembang.






Pers Era Orde Baru


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pers merupakan media komunikasi antar pelaku pembangunan demokrasi dan sarana penyampaian informasi dari pemerintah kepada masyarakat maupun dari masyarakat kepada pemerintah secara dua arah. Komunikasi ini diharapkan menimbulkan pengetahuan, pengertian, persamaan persepsi dan partisipasi masyarakat sehingga demokrasi dapat terlaksana. Sebagai lembaga sosial pers adalah sebuah wadah bagi proses input dalam sistem politik. Diantara tugasnya pers berkewajiban membentuk kesamaan kepentingan antara masyarakat dan negara sehingga wajar sekali apabila pers berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan kepentingan pemerintah dan masyarakat. Untuk itu dibutuhkan keterbukaan pers untuk secara baik dan benar dalam mengajukan kritik terhadap sasaran yang manapun sejauh hal itu benar-benar berkaitan dengan proses input.
Ada banyak peranan yang dilakukan oleh pers dalam suatu negara dan dalam mewujudkan demokrasi. Namun, agar pers mampu menjalankan peranannya terutama dalam menunjang demokratisasi maka perlu adanya kebebasan pers dalam menjalankan tugas serta fungsinya secara professional. Media masa yang bebas memberikan dasar bagi pembatasan kekuasaan negara dan dengan demikian adanya kendali atas negara oleh rakyat, sehingga menjamin hadirnya lembaga-lembaga politik yang demokratis sebagai sarana yang paling efekif untuk menjalankan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat itu. Apabila negara mengendalikan media massa maka terhambatnya cara untuk memberitakan penyalahgunaan wewenang dan korupsi yang dilakukan oleh pejabat negara.
Bagi suatu pemerintahan diktator kebenaran merupakan bahaya baginya, sebab kebenaran akan membuka seluruh jaringan manipulasinya. Berita-berita yang berasal dari foto jurnalisme serta data dokumenter lainnya memang memiliki daya yang sangat kuat. Misi pertama pers dalam suatu masyarakat yang demokrartis atau suatu masyarakat yang sedang berjuang untuk menjadi demokratis adalah melaporkan fakta. Misi ini tidak akan mudah dilaksanakan dalam suatu situasi ketidak adilan secara besar-besaran dan pembagian yang terpolarisasi.
Terkucilnya prospek kebebasan pers jelas merupakan bagian dari redupnya prospek demokratisasi. Perkembangan dan pertumbuhan media massa atau pers di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari perkembangan dan pertumbuhan sistem politik dinegara ini. Bahkan sistem pers di Indonesia merupakan sub sistem dari sistem politik yang ada (Harsono Suwardi, 1993 : 23) Di negara dimana sistem persnya mengikuti sistem politik yang ada maka pers cenderung bersikap dan bertindak sebagai “balancer” (penyeimbang) antara kekuatan yang ada. Tindakan atau sikap ini bukan tanpa alasan mengingat pers di negara berkembang seperi di Indonesia mempunyai banyak pengalaman bagaimana mereka mencoba mempertahankan keberadaannya sebagai pers yang bebas dan bertanggung jawab.
Banyak pers yang khawatir bahwa keberadaannya akan terancam di saat mereka tidak mengikuti sistem yang berlaku. Oleh karena itu guna mempertahankan keberadaannya, pers tidak jarang memilih jalan tengah. Cara inilah yang sering mendorong pers itu terpaksa harus bersikap mendua terhadap suatu masalah yang berkaitan dengan kekuasaan. Dalam kaitan ini pulalah banyak pers di negara berkembang yang pada umumnya termasuk di Indonesia lebih suka mengutamakan konsep stabilitas politik nasional sebagai acuan untuk kelangsungan hidup pers itu sendiri.
Diawal kekuasaannya, rezim pemerintahan orde baru menghadapi Indonesia yang traumatis. Suatu kondisi dimana kehidupan ekonomi, politik, sosial, budaya serta psikologis rakyat yang baru tertimpa prahara. Politik satu kata yang tepat ketika itu kemudian dijadikan formula orde baru, yakni pemulihan atau normalisasi secepatnya harus dilakukan, jika tidak kondisi bangsa akan kian berlarut-larut dalam ketidak pastian dan pembangunan nasional akan semakin tertunda. Konsentrasi bangsa diarahkan untuk pembangunan nasional. Hampir seluruh sektor dilibatkan serta seluruh segmen masyarakat dikerahkan demi mensukseskan pembangunan nasional tersebut. Keterlibatan seluruh sektor maupun segmen masyarakat tersebut agaknya sebanding dengan beban berat warisan Orde Lama yang ditimpakan kepada Orde Baru. Pemerintah Orde Baru memprioritaskan trilogi pembangunannya yakni stabilitas, pertumbuhan ekonomi dan pemerataan sebagai kata kunci yang saling berkait erat serta sebagai bagian doktrin negara.
Oleh karena pemerintah menitik beratkan pembaruan pada pembangunan nasional, maka sektor demokrasi akhirnya terlantarkan. Hal ini mungkin terpaksa dilakukan oleh karena sepeninggalan orde lama tidak satupun kekuatan non negara yang bisa dijadikan acuan dan preferensi, serta seluruh yang tersisa mengidap kerentanan fungsi termasuk yang melanda pers nasional. Deskripsi-deskripsi yang sering kali ditulis oleh para pemerhati pers menyatakan bahwa kehidupan pers diawal-awal orde baru adalah sarat dengan muatan berbagai kepentingan, ketiadaan pers yang bebas, kehidupan pers yang ditekan dari segala penjuru untuk dikuasai negara, wartawan bisa dibeli serta pers yang bisa dibredel sewaktu-waktu.
Meskipun pers bukanlah pelopor gerakan revolusi itu, sulit dibayangkan bahwa gerakan revolusi yang dipelopori mahasiswa itu akan terus bergulir tanpa pemberitaan dan dukungan gencar media di Indonesia seperti pers. Kekuasaan presiden Soeharto yang mendekati absolut menyebabkan faktor pemersatu diluar pemerintah bahkan menjadi semakin besar. Kondisi ini dipicu semakin keras oleh peranan pers yang menyiarkan pemberitaan yang semakin kritis terhadap pemerintah maupun penyajian opini publik mengenai kesalahan serta kelemahan kebijakan publik.
Menurut hemat penulis upaya yang dilakukan oleh pers untuk mewujudkan demokrasi di tengah-tengah rezim pemerintah otoritarian yang senantiasa berusaha untuk mempertahankan kekuasaan merupakan hal yang menarik untuk diteliti. Selain itu pers merupakan lembaga sosial yang secara ideal nya bersifat netral, tidak untuk kepentingan kelompok orang-orang tertentu melainkan untuk semua orang.
B. Perumusan Maslah
Pertumbuhan dan perkembangan dalam segala aspek kehidupan yang semakin pesat mendorong meningkatnya kebutuhan akan informasi yang secara tidak langsung mendorong peningkatan pertumbuhan media massa. Informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak hanya terbatas pada hal bisnis dan ekonomi bahkan lebih jauh kebutuhan informasi tentang kebijakan pemerintah dan informasi tentang perkembangan politik yang terjadi serta tentang perilaku aparat pemerintahan.
Kebutuhan masyarakat akan informasi tentang kebijakan pemerintah dan situasi politik serta tentang perilaku pemerintah tersebut secara tidak langsung akan menjadi kontrol politik bagi pemerintah, yang pada akhirnya akan menunjang proses demokratisasi. Upaya penyajian informasi yang dilakukan oleh pihak pers tidak pernah lepas dari hambatan ataupun kendala mengingat sebuah fakta dan berita tentang kebobrokan pemerintah merupakan suatu bumerang yang berbahaya bagi rezim pemerintahan yang berkuasa dan dapat menggerogoti kekuasaan rezim.
Pers dalam rangka komunikasi politik dikaitkan dengan kebebasan pers, independensi pers terhadap kontrol yang berasal dari luar dan integrasi pers paa misi yang diembannya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi peranan ketika rezim Orde Baru :
1. Tempat hidup dan berkembangnya media tersebut. Karena dalam masyarakat peranan itu bukan hanya abstrak tetapi harus nyata.
2. Komitmen pada kepentingan bersama yang harus sanggup mengatasi komitmen akan kepentingan dan pertimbangan kelompok bukan dalam suatu hubungan yang bertentangan.
3. Visi dan Kebijakan Editorial, yang akan membedakan media cetak yang satu dengan media cetak yang lain dan juga menjadi pedoman serta kriteria dalam proses seleksi kejadian-kejadian dan permasalahan untuk diliput dan dijadikan pemberitaan. (Jacob Oetama, 2001 : 433).
Negara lebih dominan dibanding dengan inisiatif masyarakat. Sedangkan menurut R William Liddle partisipasi masyarakat pada era Orde Baru lebih banyak disebabkan oleh mobilisasi birokrasi Negara, baik birokrasi pusat maupun birokrasi lokal. (Eep, 2000 : 51) Apabila dilihat dari pendapat-pendapat diatas terlihat bahwa kurangnya partisipasi aktif masyarakat dalm proses politik dimasa Orde Baru disebabkan oleh tekanan, monopoli kekuasaan, mobilisasi, besarnya peranan militer dan intervensi Negara yang terlalu besar dalam kehidupan sosial politik dan ekonomi, sehingga masyarakat mengalami krisis partisipasi politik yaitu suatu keadaan yang ditandai dengan dianggap tidak sah dan tidak legalnya berbagai tuntutan serta tingkah laku politik masyarakat yang ingin berperan serta dalam proses politik dan pemerintahan.
BAB II
PEMBAHASAN
ISI
Pada masa Orde Baru yang juga dikatakan pada era pembangunan, mungkin nasib pers terlihat sangat mengkhawatirkan. Bagaiamana tidak, pers sebegitu rupanya harus mematuhi rambu-rambu yang negara telorkan. Dan sejarah juga memperlihatkan kepada kita bahwa adanya PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) tidak membawa perubahan yang bersifat signifikan pada pola represi itu. Yang ada justru PWI dijadikan media yang turut menjadi boneka dari pemerintahan rezim Orde Baru di tanah air pada masa itu.
Hal tersebut terlihat ketika terjadinya pembredelan pada beberapa media massa nasional yang sempat nyaring bunyinya. Ketika beberapa media nasional yang sempat dibredel oleh pemerintah, PWI yang seharusnya menggugat justru memberi pernyataan dapat memahami atau menyetujui keputusan yang sewenang-wenang itu. Lalu PWI pula justru mengintruksikan kepada pemimpin redaksi agar memecat wartawannya yang bersuara nyaring terhadap pemerintah. Sehingga tidak salah jika Surbakti (1997: 43) mencatat bahwa PWI adalah salah satu dari alat pengendalian pers oleh pemerintah.
Pada titik itulah Orde Baru memainkan politik hegemoninya melalui model-model pembinaan. Setidaknya, ada dua arah pembinaan yang dapat kita lihat; pertama, mengimbau atau tepatnya melarang pers memberitakan peristiwa atau isu tertentu dengan segala alasan dan pembenaran, dan menunjukan kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh pers. Pada kenyataannya pers pada masa itu sedemikian dekatnya dengan logika self-censorship, baik hal ini dipaksakan oleh negara atau pun keinginan murni dari pemimpinnya.
Bentuk lain dari kekuasaan negara atas pers di tanah air adalah munculnya SIUPP yakni Surat Izin untuk Penerbitan Pers. Orde Baru sedemikian ketatnya dalam hal pengawasan atas pers, karena mereka tidak menghendaki mana kala pemerintahan menjadi terganggu akibat dari pemberitaan di media-media massa. Sehingga fungsi pers sebagai transmisi informasi yang obyektif tidak dapat dirasakan. Padahal dengan transmisi informasi yang ada diharapkan pers mampu menjadi katalisator bagi perubahan politik atau pun sosial.
Sedangkan pada masa Orde Baru, fungsi katalisator itu sama sekali hilang. Hal ini seperti apa yang disampaikan oleh Abar (1994: 23) bahwa kebebasan pers waktu itu ternyata tidak berhasil mendorong perubahan politik menuju suatu tatanan masyarakat yang demokratis, tetapi justru mendorong resistensi dan represi negara. Penelitian yang banyak dilakukan berkenaan dengan pers di masa Orde Baru bisa jadi benar hanya pada titik tertentu. Hal ini merupakan suatu hal yang sangat mendasar tentang sistem kepolitikan Orde Baru khsususnya perlakuannya terhadap lembaga pers.
Jika kita melihat hal tersebut, sebelumnya kita juga harus memperhatikan bagaimana pemerintahan Orde Baru berdiri. Soeharto memiliki latar belakang militer dalam karir politiknya. Sehingga ketika ia menjadi presiden, ia tidak dapat melepaskan diri dari gaya-gaya kepemimpinan ala militer. Di awal kepemimpinannya, ketika situasi dalam negeri sedikit-banyak mengalami kekacauan akibat intrik-intrik politik dari berbagai kelompok kepentingan, misalkan Partai Komunis Indonesia, bisa jadi kepemimpinan model militer adalah yang tepat. Situasi yang darurat, perubahan sosial begitu banyak, maka situasi semacam itu perlu distabilkan agar tidak berdampak lebih buruk. Pada titik inilah Abdul Gafur (1988: 179), melihat bahwa fungsi militer pada masa Orde Baru adalah sebagai stabilisator juga dinamisator. Dengan dua fungsi itu, militer atau tepatnya ABRI dengan dwi-fungsinya ikut terlibat dalam penyusunan kebijakan-kebijakan politik Orde Baru.
Sayangnya, model kepemimpinan ala militer itu tetap Soeharto pakai hingga era 1970-1980an. Padahal kondisi masyarakt saat itu sedikit-banyak sudah berubah. Masyarakat semakin cerdas dan semakin paham tentang hakikat negara demokratis. Dengan sendirinya model kepemimpinan Soeharto tertolak oleh kultur atau masyarakat. Untuk tetap mempertahkan kekuasaanya Soeharto menggunakan cara-cara yang bersifat menekan pada semua pihak yang melawannya. Model kepemimpinan ini banyak sekali mendapat kritikan dari berbagai pihak, karena secara umum apa yang diklaim Soeharto dengan demokrasi Pancasilanya tak lain adalah proyek kekuasaan dan dominasi besar-besaran atas kesadaran masyarakat. Dalam mewujudkan proyek besar itu, Soeharto menggunakan militer sebagai alat yang paling efektif untuk mengawal setiap kebijakan yang ia keluarkan.
Pada titik itulah, pers melihat bahwa model kepemimpinan yang digunakan Soeharto akan memberantas kebebasan masyarakat. Artinya juga logika kekuasaan semacam itu pada suatu waktu akan menghancurkan dirinya (pers), karena pers adalah salah satu pilar penyusun sistem demokrasi yang memiliki funsgi pentingnya. Artinya pola yang digunakan Soeharto pada umumnya bersifat kontradiktif dengan logika pers itu sendiri. Tidak heran jika Orde Baru sedemikian menekannya dengan pers, karena pers adalah penghalang bagi lahirnya demokrasi Pancasila yang hegemonik dan dominatif.
Untuk mengoperasikan model kepemimpinannya, maka Orde Baru harus mengideologisasikan keamanan masyarakat. Artinya, Orde Baru harus mampu menciptakan kesan bahwa rasa keamanan selalu dibutuhkan. Untuk menciptakan perasaan semacam ini pada masyarakat, maka Orde Baru menggunakan logika perpetuation of insecurity atau mengabadikan rasa ketidakamanan. Dengan mengabadikan rasa ketidakamanan ini, Orde Baru akan lancar ketika menggunakan kepemimpinan yang militeristik. Sehingga, dengan sendirinya pengabadian rasa ketidakamanan ini menjadikan kemanan layaknya seperti agama. Dakhidae (1997: 28), mencatat bahwa kemanan yang dihubungkan dengan pers itu bukan keamanan yang sifatnya fisikal, tetapi kemanan di sana sudah menjadi suatu ideologi, dan dalam prosesnya terjadi suatu ideologisasi keamanan, dan bahkan lebih jauh menjadi suatu religiofication of security.
Keamanan menjadi semacam hal yang sangat diprioritaskan oleh setiap orang, dalam pengertian ini ideologi kemanan bekerja seperti dalam arti yang biasa. Ideologi kemanan merumuskan tindakan, mengatur kebijakan negara, dan pada gilirannya kebijakan negara tersebut mengatur perilaku aparat dan warga negaranya. Nasib pers pada masa ideologisasi keamanan ini sangat sulit, karena pers harus bertindak dalam kerangka yang buram. Kerangka yang diterapkan kepada pers adalah bagaimana pers mengalami sebuah bentuk penekanan secara tidak langsung. Artinya, pemisahan antara kebebasan dan tanggungjawab. Orde Baru tidak memformulasikan kebebasan pers yang bertanggung jawab. Artinya, tanggung jawab adalah garis batas kebebasan dan sebaliknya tidak kurang benarnya yakni kebebasan adalah garis batas tanggung jawab. Tanpa kebebasan tidak mungkin menuntut tanggung jawab dan tanpa tanggung jawab tidak mungkin menuntut kebebasan, tetapi dengan rumusan pers bebas dan bertanggung jawab (dalam Dakhidae, 1997: 31).
II. Pemecahan Masalah
Dalam hal ini hal yang paling dapat dilakuakan ialah bagaimana cara untuk mengamankan hubungan antara pers-pemerintah-masyarakat- pemilik modal, haruslah ada suatu siklus kontrol dari masyarakat kepada pers, dari pers kepada pemerintah dan dari pers kepada pemilik modal. Pada titik inilah, komunikasi dua arah dengan sendirinya akan terbangun. Kontrol yang saling terhubung ini tentu saja mensyaratkan suatu kesadaran politik masyarakat yang tinggi. Kesadaran politik ini bisa sedikit banyak berkembang dengan mengutamakan pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM). Jika hal ini dapat lahir, maka kita tidak perlu mengkhawatirkan keotoriteran seperti Orde Baru atau kebebasan yang kebablasan di Orde Reformasi, akan terulang kembali dalam lembaran sejarah bangsa ini.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pada masa Orde Baru, pers sedemikian kukuhnya memperjuangkan kebebasan yang akhirnya ia berhadap-hadapan dengan rezim yang otoriter. Tetapi, dengan kontrasnya suasana ketika rezim orde baru membuat seolah-olah pers menjadi sebuah boneka dari pemerintah yang berkuasa pada rezim tersebut. Dalam hal ini latar belakang pers sebagai suatu lembaga sosial yang mempunyai kekuatan dalam sistem politik dan bahwa pers selama orde baru senantiasa dibatasi ruang geraknya oleh pemerintah, dengan kata lain dilakukannya kontrol yang ketat oleh pemerintah terhadap pers, namun dalam situasi dan kondisi seperti itu pers tetap mampu berperan dalam mewujudkan demokrasi di Indonesia.
II. Saran
Dalam hal ini bagaimanapun pers seharusnya tidak dapat dikekang oleh pemerintah yang berkuasa baik itu siapapun karena dalam hal ini ini pers berkedudukan sebagai salah satu penyeimbang dalam suatu proses pemerintahan serta pers juga berperan sebagai sebuah lembaga yang bertindak sebagai control politik, social dalam suatu pemerintahan. Pers tidak boleh di batasi secara otoriter, karena dengan hal ini dapat mengurani kinerja akan fungsi pers itu sendiri. Tetapi pers juga tidak boleh seenaknya dalam hal membuat pemberitaan, para insan pers haruslah bersikap professional dan selalu berprilaku objektif. Disamping itu para insan pers juga harus tunduk kepada kode etik mereka serta hukum dan undang-undang yang berlaku di negara ini.

DAFTAR PUSTAKA
Abar, Ahmad Zaini. 1994. “Kekecewaan Masyarakat dan Kebebasan Pers”. Prisma. Jakarta: LP3ES.
Afandi, Emilianus. 2005. Menggugat Negara; Rasionalitas Demokrasi, HAM, dan Kebebasan. Jakarta: PBHI.
Akhmadi, Heri (ed.). 1997. Ilusi Sebuah Kekuasaan. Jakarta: ISAI.
Bulkin, Farchan (Peng). 1988. Analisa Kekuatan Politik di Indonesia; Pilihan Artikel Prisma. Jakarta: LP3ES.
Imawan, Riswandha. 1998. Membedah Politik Orde Baru. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Muis, A. 2000. Titian Jalan Demokrasi; Peranan Kebebasan Pers untuk Budaya Komunikasi Politik. Jakarta: Penerbit Harian Kompas.
Pamungkas, Sri-Bintang. 2003. Setelah hari “H”. Jakarta: Pustaka Utan Kayu.
Simanjutak, Togi (ed.). 1998. Wartawan Terpasung; Intervensi Negara di Tubuh PWI. Jakarta: ISAI.

Pendekatan Bangsis SIM


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
            Persaingan bisnis yang semakin ketat pada era globalisasi saat ini harus didukung dengan penerapan sistem informasi yang baik. Sistem informasi yang baik adalah suatu sistem terpadu atau kombinasi teratur apapun dari orang-orang, hardware, software, dan jaringaan komunikasi, untuk meyediakan informasi yang berguna dalam mendukung kegiatan operasional dan fungsi pengambilan keputusan dari sebuah organisasi. Sistem informasi dapat membantu segala jenis bisnis dalam meningkatkan efisiensi dan efektifitas proses bisnis yang dijalankan, pengambilan keputusan manjerial, kerjasama kelompok kerja hingga dapat memperkuat posisi kompetitif perusahaan dalam pasar yang dinamis. Sehingga sistem informasi menjadi salah satu bahan yang dibutuhkan untuk keberhasilan bisnis dilingkungan global yang dinamis saat ini.
            Strategi perusahaan merupakan bagian penting untuk mencapai tujuan perusahaan dan menjadi pedoman dalam penyusunan strategi bagi unit-unit bisnis di bawahnya. Pengembangan sistem informasi (SI) perusahaan yang didukung oleh penggunaan teknologi informasi (TI) bisa menjadi salah satu strategi dalam meningkatkan daya saing perusahaan. Apabila sebelumnya peranan SI hanya berfungsi sebagai penunjang dalam hal efisiensi biaya operasional, meningkatkan ketepatan dan produktivitas operasi dari berbagai fungsi perusahaan, maka sekarang dapat ditingkatkan perannya sebagai salah satu alat strategis untuk meningkatkan daya saing. Namun pengembangan strategi SI harus disesuaikan dengan strategi perusahaan agar peran dan fungsi SI tersebut dapat meningkat dan pada akhirnya meningkatkan nilai perusahaan itu sendiri.
            Strategi perusahaan berbasis sistem informasi perlu dibuat karena sumber daya yang dimiliki perusahaan sangat terbatas, sehingga harus dimanfaatkan secara optimal. Strategi ini juga digunakan untuk meningkatkan daya saing atau kinerja perusahaan karena para kompetitor memiliki sumberdaya teknologi yang sama dan memastikan bahwa aset teknologi informasi dapat dimanfaatkan secara langsung maupun tidak langsung dalam meningkatkan profitabilitas perusahaan, baik berupa peningkatan pendapatan mapun pengurangan biaya. Selain itu, strategi perusahaan berbasis sistem informasi digunakan untuk mencegah terjadinya kelebihan atau kekurangan investasi serta menjamin bahwa teknologi informasi yang direncanakan benar-benar menjawab kebutuhan bisnis perusahaan akan informasi.
1.2. Rumusan Masalah
Untuk mengkaji dan mengulas tentang pengembangan sistem informasi, maka diperlukan sub-pokok bahasan yang saling berhubungan, sehingga penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Pendekatan apa saja yang digunakan untuk mengembangkan sistem informasi?
2.      Pendekatan mana yang lebih efektif untuk mengembangkan informasi?
3.      Apa manfaat dari mempelajari pendekatan pengembangan sistem informasi?
1.3.Metode Penulisan Masalah
Penulis memakai metode studi literatur dan kepustakaan dalam penulisan makalah ini. Referensi makalah ini bersumber tidak hanya dari buku, tetapi juga dari media media lain seperti web, blog, dan perangkat media massa yang diambil dari internet.
1.4.Sistematika Penulisan Makalah
            Makalah ini disusun menjadi tiga bab, yaitu bab pendahuluan, bab pembahasan, dan bab penutup. Adapun bab pendahuluan terbagi atas : latar belakang, rumusan makalah, tujuan dan manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Sedangkan bab pembahasan dibagi berdasarkan sub-bab yang berkaitan dengan pengembangan sistem informasi. Terakhir, bab penutup terdiri atas kesimpulan.
1.5.Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui  pendekatan apa saja yang digunakan untuk mengembangkan sistem informasi.
2.      Untuk mengetahui pendekatan mana yang lebih efektif untuk mengembangkan informasi.
3.      Untuk mengetahui manfaat dari mempelajari pendekatan pengembangan sistem informasi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pendekatan Klasisk.
Pendekatan klasik (classical approach) yang disebut juga pendekatan tradisional  atau (classical approach) pendekatan konvensional adalah pendekatan  mengembangkan sistem yang mengikuti tahapan di system life cycle tanpa di bekali alat dan teknik yang memadai.
Metodologi pendekatan klasik mengembangkan sistem dengan mengikuti tahapan-tahapan di systems life cycle.Pendekatan ini menekankan bahwa pengembangan sistem akan berhasil bila mengikuti tahapan di systems life cycle.Akan tetapi sayangnya, didalam praktek, hal ini tidaklah cukup, karena pendekatan ini tidak memberikan pedoman lebih lanjut tentang bagaimana melakukan tahapan-tahapan tersebut dengan terinci karena pendekatan ini tidak dibekali dengan alat-alat dan teknik-teknik yang memadai.Karena sifat dari sistem informasi sekarang menjadi lebih kompleks, pendekatan klasik tidak cukup digunakan untuk mengembangkan suatu sistem informasi yang sukses dan akan menimbulkan beberapa permasalahan.
permasalahan yang dapat timbul di pendekatan klasik antara lain adalah sebagai berikut :
1.Pengembangan Perangkat Lunak Akan Menjadi Sulit.
Pendekatan klasik kurang memberikan alat-alat dan teknik-teknik di dalam mengembangkan sistem dan sebagai akibatnya proses pengembangan perangkat lunak menjadi tidak terarah dan sulit untuk dikerjakan oleh pemrogram.
Lain halnya dengan pendekatan terstruktur yang memberikan alat-alat seperti diagram arus data (data flow diagram), kamus data (data dictionary), tabel keputusan (decision table), diagram HIPO dan bagan terstruktur (structured chart) dan lain sebagainya yang memungkinkan pengembangan perangkat lunak lebih terarah berdasarkan alat-alat dan teknik-teknik tersebut.
2.Biaya perawatan atau pemeliharaan sistem akan menjadi lebih mahal.
Biaya pengembangan sistem yang termahal adalah terletak di tahap perawatannya. Mahalnya biaya perawatan di pendekatan klasik ini disebabkan karena dokumentasi sistem yang dikembangkan kurang lengkap dan kurang terstruktur.Karena pendekatan klasik kurang didukung dengan alat-alat dan teknik-teknik, maka dokumentasi menjadi tidak lengkap dan walaupun ada tetapi strukturnya kurang jelas, sehingga pada waktu pemeliharaan sistem menjadi kesulitan.
3.Kemungkinan Kesalahan Sistem Besar
Pendekatan klasik tidak menyediakan kepada analis sistem cara untuk melakukan pengetesan sistem, sehingga kemungkinan kesalahan-kesalahan sistem akan menjadi lebih besar. Berbeda dengan pendekatan terstruktur yang pengembangan sistemnya dilakukan dalam bentuk modul-modul yang terstruktur. Modul-modul ini akan lebih mudah dites secara terpisah dan kemudian pengetesan dapat dilakukan pada integrasi semua modul untuk meyakinkan bahwa interaksi antar modul telah berfungsi semestinya dan sesuai dengan yang diharapkan.
4.Keberhasilan sistem kurang terjamin.
Pendekatan klasik kurang melibatkan pemakai sistem dalam pengembangan sistem, maka kebutuhan-kebutuhan pemakai sistem menjadi kurang sesuai dengan yang diinginkan dan sebagai akibatnya sistem yang diterapkan menjadi kurang berhasil.
5. Masalah dalam penerapan sistem
Karena kurangnya keterlibatan pemakai sistem dalam tahapan pengembangan sistem, maka pemakai sistem hanya akan mengenal system yang baru pada tahap diterapkan saja.Sebagai akibatnya pemakai system akan menjadi kaget dan tidak terbiasa dengan sistem baru yang tiba-tiba dikenalkan. Sebagai akibat lebih lanjut, pemakai sistem akan menjadi frustasi karena tidak dapat mengoperasikan sistem dengan baik.
2.2. Pendekatan Terstruktur (Structured Approach)
Karena banyak terjadi permasalahan di pendekatan klasik, maka kebutuhan akan pendekatan pengembangan system yang lebih baik mulai terasa dibutuhkan.Oleh karena itu, perlu suatu pendekatan pengembangan sistem yang baru yang dilengkapi beberapa alat dan teknik supaya berhasil. Pendekatan yang dimulai dari awal tahun 1970 ini disebut pendekatan terstruktur.
Pendekatan terstruktur (structured approach) dilengkapi dengan alat-alat dan teknik-teknik yang dibutuhkan dalam pengembangan sistem, sehingga hasil akhir dari sistem yang dikembangkan akan didapatkan sistem yang strukturnya didefinisikan dengan baik dan jelas. Beberapa metodologi pengembangan sistem yang terstruktur telah banyak yang diperkenalkan baik dalam buku-buku, maupun oleh perusahaan-perusahaan konsultan pengembang sistem. Metodologi ini memperkenalkan penggunaan alat-alat dan teknik-teknik untuk mengembangkan sistem yang terstruktur.
Pendekatan terstruktur  pendekatan yang dimulai  dari awal tahun ini disebut pendekatan terstruktur (structured approach). Pendekatan terstruktur dilengkapi dengan  alat dan teknik  yang dibutuhkan dalan pengembangan sistem sehingga hasil akhir dari sistem yang di kembangkan menghasilkan sistem yang terstruktur  didefenisikan dengan baik.
Konsep pengembangan sistem terstruktur bukan merupakan konsep yang baru.teknik perakitan dipabrik dan perancangan sirkuit untuk alat elektronik adalah dua contoh konsep ini yang banyak di gunakan  didalam  industri.melalui pendekatan struktur,permasalahan-permasalahan yang kompleks didalam organisasi  dapat dipecahkan dan hasil sistem akan mudah di pelihara,fleksibel,lebih memuaskan pemakainya,mempunyai dokumentasi yang baik,tepat pada waktunya,sesuai dengan agaran biaya pengembangannya dapat meningkatkan produktifitas,dan kulitasnya  akan lebih baik (bebas kesalahan).
Keuntungan dari pendekatan terstruktur:
1.      Mengurangi kerumitan masalah (reduction of complexity).
2.      Konsep mengarah pada sistem yang ideal (focus on ideal).
3.      Standarisasi (standardization).
4.      Orientasi ke masa datang (future orientation).
5.      Mengurangi ketergantungan pada disainer (less reliance on artistry).
2.3. Pendekatan Bottom Up dan Top Down
Pendekatan bawah-naik (bottom-up approach) dimulai dari level bawah organisasi, yaitu level operasional di mana transaksi dilakukan. Pendekatan ini dimulai dari perumusan kebutuhan untuk menangani transaksi dan naik ke level atas dengan merumuskan kebutuhan informasi berdasarkan transaksi tersebut.
Pendekatan ini juga merupakan cirri pendekatan klasik. Bila digunakan pada tahap analisis sistem disebut data analysis, karena yang menjadi tekanan adalah data yang akan diolah lebih dulu. Informasi yang akan dihasilkan menyusul mengikuti datanya.
Pendekatan atas-turun (top-down approach) dimulai dari level atas organisasi, yaitu level perencanaan strategi. Pendekatan ini dimulai dengan mendefinisikan sasaran dan kebijaksanaan organisasi. Langkah selanjutnya dari pendekatan ini adalah melakukan analisis kebutuhan informasi. Setelah kebutuhan informasi ditentukan maka selanjutnya proses turun ke pemrosesan transaksi, yaitu penentuan output, input, basis data, prosedur operasi, dan kontrol.
Pendekatan ini juga ciri dari pendekatan terstruktur. Bila digunakan pada tahap analysis system disebut juga dengan decision analysis karena yang menjadi tekanan adalah informasi yang dibutuhkan untuk pengambilan keputusan oleh manajemen lebih dulu, kemudian data yang perlu diolah didefinisikan menyusul mengikuti informasi yang dibutuhkan.
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
            Dari sekian banyakp ilihan pendekatan untuk mengenbangkan informasi,maka setia pendekatan seiring dengan berjalannnya waktu terus mengalami perubahan dan perbaikan serta peningkatan kearah yang lebih baik lagi.Dari setiap pendekatan memunyai kelemahan sehingga terus mengalami perubahan pendekatan ketahap perubahan yang lebih sempurna sesuai yang di inginkan perusahaan.
3.2.Saran
            Untuk menunjang kinerja yang lebih baik,hendaknya suatu perusahaan harus mampu dan bisa memilih pendekatan mana yang hendaknya digunakan untuk mengembangkan sistem informasi perusahaan tersebut.Dengan memilih pendekatan yang tepat,maka akan menigkatkan kinerja perusahaan kearah yang lebih baik.

Daftar pustaka

Husain,Muhammad Fakhri dan Amin Wibowo. 2002. Sistem Informasi Manajemen.Yogyakarta: UUP AMP YKPN, cet. 1.
Gaol, Jimmy L. 2008.Sistem Informasi Manajemen Pemahaman dan Aplikasi. Jakarta: Grasindo.
Tata Sutabri. 2004. Analisis Sistem Informasi. Yogyakarta: Andi.








 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls
Design Downloaded from Free Blogger Templates | free website templates | Free Vector Graphics | Web Design Resources.